BREAKING NEWS

Main Slider

5/Food/slider-tag

Selasa, 02 Juli 2019

Anak Berkebutuhan "Khusus"

Memiliki anak berkebutuhan khusus bukanlah sebuah kutukan apalagi celaan. Setiap orang tua tentu ingin anak keturunannya cerdas dan  sempurna dalam perkembangan fisik maupun mental. Namun sang Penciptalah yang menentukan kepada siapa karuniaNya akan di titipkan, dan kelak akan menjadi sebuah keberkahan jika kita sebagai orang tua bersabar dalam proses tumbuh kembangnya.

Dulu jika ada anak yang berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya, Kebanyakan dari masyarakat memahaminya sebagai anak cacat. Padahal, setiap kondisi anak berkebutuhan khusus berbeda bentuk pelayanannya.

Seiring berkembangnya dunia pendidikan maka istilah anak cacat berubah menjadi  anak yang menerima pelayanan khusus, yakni istilah anak cacat menuju anak luar biasa, dan kini berubah lagi menjadi anak berkebutuhan khusus atau yang biasa disebut ABK. Mengapa sebutan untuk anak yang menerima pelayanan khusus terus berubah? Hal ini dikarenakan ruang lingkup anak yang menerima pendidikan khusus lebih dispesifikkan.

Seorang anak dikatakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) apabila anak tersebut memiliki tiga ketentuan berikut; 

(1) anak memiliki penyimpangan berarti dari anak pada umumnya.
(2) penyimpangan tersebut membuat anak mengalami hambatan dalam kesehariannya.
(3) karena hambatan tersebut seorang anak membutuhkan pelayanan khusus.

Jika ketiga ketentuan di atas ada pada diri anak, maka anak dikategorikan sebagai ABK. Jadi, ketika ada anak yang memiliki penyimpangan fisik maupun intelejensi tetapi tidak memiliki hambatan dalam kesehariannya, otomatis anak ini tidak membutuhkan pelayanan khusus dan tidak dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus.

Anak Berkebutuhan Khusus memiliki banyak kategori, kurang lebih ada sembilan macam ABK     menurut PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3)

Pertama, Anak Disabilitas Intelektual (Retardasi Mental), dulu disebut tunagrahita. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki intelejensi kurang dari rata-rata atau dengan IQ di bawah 70.

Kedua, Anak Disabilitas Pengelihatan, dulu disebut tunanetra. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki hambatan dalam pengelihatannya, baik itu secara keseluruhan (totaly blind) maupun sebagian (low vision).

Ketiga, Anak Disabilitas Pendengaran, dulu disebut tunarungu. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki hambatan pendengaran baik ringan maupun berat.

Keempat, Anak Disabilitas Tubuh, dulu disebut tunadaksa. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki kondisi fisik yang menyimpang dari anak pada umumnya. Kondisi fisik ini dapat terjadi dalam berbagai macam dan menghambat aktivitas anak.

Kelima, Anak Gangguan Emosi dan Tingkah Laku, dulu disebut tunalaras. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki gangguan emosi dan penyimpangan tingkah laku berdasarkan sosial, adat, dan hukum.

Keenam, Anak Autis. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki gangguan pada sistem syaraf dan menyebabkan timbulnya beberapa tingkah laku yang berbeda, seperti memiliki dunianya sendiri. Anak autis memiliki ciri yang berbeda dari setiap individu, sehingga tidak ada ciri-ciri spesifik dalam anak autis.

Ketujuh, Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki gangguan pemusatan perhatian dan memiliki tingkat keaktifan jauh melebihi anak pada umumnya.

Kedelapan, Anak Kesulitan Belajar. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki hambatan dalam belajar karena gangguan dalam anak, seperti faktor medis pada bagian otak anak.

Kesembilan, Anak Berbakat. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki kemampuan akademis atau non akademis melebihi anak pada umumnya.

Kategori ABK di atas memiliki perbedaan dalam kekhususannya. Antar kategori ABK memerlukan pelayanan yang berbeda-beda sesuai dengan kekhususannya masing-masing.

Mereka memiliki potensi lain yang tidak di miliki anak-anak pada umumnya, setiap anak itu unik dengan kelebihan dan kekurangannya. Kitalah sebagai orang tua yang harus fokus pada kelebihan si anak, dan mengarahkannya menjadi pribadi yang mandiri. Karena kecerdasan akademik bukanlah jaminan kesuksesan. Jadi jangan mudah melabel buruk pada anak berkebutuhan khusus dan mengucilkannya karena kita sebagai masyarakat juga berperan besar dalam pembentukan karakter setiap anak.

Karena pendidikan adalah hak semua anak dan negara menjamin itu dalam UUD 1945 pasal 5 ayat 1. Maka dari itu SIT Robbani memberi kesempatan kepada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus namun masih bisa difasilitasi oleh sekolah untuk belajar bersama semua anak pada umumnya tentu dengan syarat yang harus di penuhi oleh orang tua dengan menghadirkan guru khusus ( Shadow Teacher ) dan melakukan psikotest secara berkala agar target pembelajaran yang di harapkan tercapai.


By: Wuri Relistiani, S.Pd
(Kepala SDIT Robbani)

Posting Komentar