Dunia anak penuh warna-warni dan keberagaman. Di zaman yang serba instant dan digital ini, dibutuhkan ilmu yang mumpuni dalam membentuk kepribadiannya. Sebuah tantangan besar dalam mendidik anak dari dahulu hingga sekarang, dengan media informasi yang bisa dijangkau kapanpun dan dimanapun membuat para orang tua harus banyak belajar menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Jangan sampai mampu memberikan fasilitas terkini tapi tidak mampu mendampingi dan mengontrolnya. Mirisnya, orang tua berharap tumbuh kembang pendidikan anak bisa di capai dengan instant dan diserahkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru di sekolah walau harus membayar mahal. Padahal peran serta orang tua dalam proses tumbuh kembang anak sangat penting dan diharapkan lebih up to date dengan informasi yang beredar agar bisa menyaring apa yang layak dan tidak layak untuk diketahui oleh anak-anak.
Mendidik anak tidak semudah membalik telapak tangan, butuh ilmu, pengalaman dan proses panjang serta kesabaran yang tak berbatas. Perlu kerjasama antar orang tua dan guru di sekolah dalam membangun karakter karena lingkungan adalah salah satu faktor pembentuk kepribadiannya. Dunia bermain anak di era 80 – 90an berbeda jauh dengan sekarang, Dahulu bermain itu di luar rumah, bercengkrama dengan teman, bereksplorasi dengan alam sekitar tanpa takut jatuh, kotor ataupun terluka. Mampu mengenal semua teman yang ada di lingkungan rumah walau kadang berselisih paham dan sampai berkelahi, tak jadi masalah. Karena secara tidak langsung mereka belajar bersosialisasi, berpendapat, mengenal karakter orang lain, dan menghadapi permasalahan serta berusaha menyelesaikannya. Peran orang tua yang mendukung kegiatan anak untuk lebih banyak bermain di luar daripada di dalam rumah sangat membantu dalam proses tumbuh kembanganya.
Sedangkan anak zaman milenia cukup dengan satu sentuhan jari mereka bisa asik bermain tanpa perlu menguras energi dan banyak cakap dengan orang lain, serta kekhawatiran yang berlebihan dari orang tua jika anaknya bermain di luar rumah. Akibatnya, kurangnya hubungan sosial anak terhadap teman disekitarnya, cenderung individualis, takut untuk bereksplorasi dengan alam dan tidak berani mengambil resiko.
Pada umumnya anak-anak lebih kritis, lebih cerdas dan kuatnya rasa ingin tahu. Terkadang pertanyaan mereka di luar dari perkiraan orang dewasa, sehingga diperlukan penjelasan yang mampu ditangkap oleh nalar mereka. Maka dari itu, kita sebagai orang tua harus lebih cerdas lagi dengan menambah literasi baik itu digital atau pengetahuan parenting.Mengajarkan sebuah kebaikan kepada anak butuh teladan, motivasi dan pembiasaan. Mereka butuh contoh dalam melakukannya bukan sekadar kata-kata. Nasihat singkat dari Nabi yang agung dan bijaksana ketika ada orang tua yang memiliki lima anak yang sulit diatur dan nakal mengadu kepadanya. “wahai orang tua, mulai saat ini ubahlah satu demi satu perilakumu menjadi lebih baik dan sekarang pulanglah, insya Allah anak - anakmu akan berubah menjadi lebih baik.” Sungguh sebuah nasihat yang luar biasa, anak adalah sang peniru ulung. Bagaikan cermin orang tua, anak-anak selalu mengamati, menyimak dan mencerna setiap hal yang kita lakukan.
Sebuah kisah yang terukir indah di batu nisan mendiang Westminster Abbey, seorang genius, arsitek kerajaan Inggris, 1100 M. “Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin mengubah dunia. Lalu seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati dunia tak kunjung berubah maka cita-cita itupun agak kupersempit. Lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku. Namun , tampaknya hasrat itupun tiada hasilnya. Ketika usiaku semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa, kuputuskan untuk mengubah keluargaku, orang-orang yang paling dekat denganku. Namun, celakanya mereka tidak mau diubah! Dan kini, sementara aku berbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba aku sadari : “Andai saja yang pertama-tama kuubah adalah diriku sendiri, dengan menjadikan diriku sebagai panutan, mungkin aku bisa mengubah keluargaku. Lalu berkata inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi aku mampu memperbaiki negeriku, kemudian siapa tahu aku bahkan bisa mengubah dunia”
Bagaikan sebuah kupu-kupu, anak-anak perlu waktu untuk bisa bermetamorfosis menjadi manusia-manusia yang luar biasa di masa depan. Butuh proses dalam membentuk sebuah karakter yang kelak menjadi kepribadianya sehingga dibutuhkan extra kesabaran karena akan ada pemberontakan ketika apa yang mereka inginkan dibatasi atau tidak bisa mereka dapatkan. Juga dibutuhkan apresiasi dalam setiap perubahan kebaikan sekecil apapun dan pemberian reward namun hanya sesekali untuk sebuah perubahan besar karena kita tidak ingin anak kita menjadi sosok yang materialistis. Bahkan diberikan punishment jika dibutuhkan agar proses perubahan itu berkesinambungan.
Setiap anak itu unik, makhluk paling canggih yang diciptakan Allah dengan potensinya masing-masing. Kenali gaya belajar dan potensinya lalu fokuslah pada kelebihannya bukan pada kekurangannya. Kerap kali orang tua malah melakukan intervensi berlebihan yang justru melukai perasaan si anak untuk memenuhi obsesi orang tua. yaitu membebaninya dengan les tambahan yang mungkin tidak disukai atau tidak dibutuhkan.
Kita hidup pada zaman kita dan anak kita hidup pada zamannya maka didiklah anak-anak kita sesuai zamannya. Peran Ayah dan Ibu memiliki porsi yang sama dalam mendidik anak dan perlu kerjasama yang baik diantara keduanya. Mulailah sejak dini membuat kebiasaan baik di rumah dengan mengganti kebiasaan menonton dengan literasi dan bercengkrama dengan anak. Mengatur pola penggunaan gadget kepada anak yang belum membutuhkan kalaupun harus menggunakan gadget harus dengan pendampingan. Membangun komunikasi dengan anak sedini mungkin agar mereka terbiasa terbuka dan mau menyampaikan apa yang mereka inginkan dan siap menerima nasihat dari orang tua jika keinginan mereka tak terpenuhi. Komitmen dan konsisten dalam membuat aturan dan kebiasaan serta membangun kerja sama dengan guru agar pembiasan itu selaras antara di rumah dan sekolah sehingga anak terbiasa dengan aturan tersebut.
Yang utama adalah selalu mendoakan anak-anak kita agar kelak menjadi pribadi yang bermanfaat dan mampu mengajak orang lain dalam kebaikan. Sesungguhnya merekalah guru kita yang mengingatkan apa yang kita ucapkan selaraskah dengan apa yang kita lakukan, merekalah guru kecil yang tak akan menghakimi jika kita terlupa satu, dua atau berkali-kali melanggar aturan yang sudah disepakati bersama. Merekalah guru kecil yang mengajarkan kita untuk mudah memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain bahkan melupakan setiap amarah orang dewasa terhadapnya.
Guru kecil yang mengajarkan bahwa setiap makhluk ciptaan Allah mempunyai keunikan dan keunggulannya masing-masing. Jika ingin menjadi sahabatnya berpikir dan bergayalah seperti anak-anak bukannya mereka yang di minta berpikir dan bergaya seperti orang dewasa.
Oleh : Wuri Relistiani, S.Pd
======================================================================================
Mendidik anak tidak semudah membalik telapak tangan, butuh ilmu, pengalaman dan proses panjang serta kesabaran yang tak berbatas. Perlu kerjasama antar orang tua dan guru di sekolah dalam membangun karakter karena lingkungan adalah salah satu faktor pembentuk kepribadiannya. Dunia bermain anak di era 80 – 90an berbeda jauh dengan sekarang, Dahulu bermain itu di luar rumah, bercengkrama dengan teman, bereksplorasi dengan alam sekitar tanpa takut jatuh, kotor ataupun terluka. Mampu mengenal semua teman yang ada di lingkungan rumah walau kadang berselisih paham dan sampai berkelahi, tak jadi masalah. Karena secara tidak langsung mereka belajar bersosialisasi, berpendapat, mengenal karakter orang lain, dan menghadapi permasalahan serta berusaha menyelesaikannya. Peran orang tua yang mendukung kegiatan anak untuk lebih banyak bermain di luar daripada di dalam rumah sangat membantu dalam proses tumbuh kembanganya.
Sedangkan anak zaman milenia cukup dengan satu sentuhan jari mereka bisa asik bermain tanpa perlu menguras energi dan banyak cakap dengan orang lain, serta kekhawatiran yang berlebihan dari orang tua jika anaknya bermain di luar rumah. Akibatnya, kurangnya hubungan sosial anak terhadap teman disekitarnya, cenderung individualis, takut untuk bereksplorasi dengan alam dan tidak berani mengambil resiko.
Pada umumnya anak-anak lebih kritis, lebih cerdas dan kuatnya rasa ingin tahu. Terkadang pertanyaan mereka di luar dari perkiraan orang dewasa, sehingga diperlukan penjelasan yang mampu ditangkap oleh nalar mereka. Maka dari itu, kita sebagai orang tua harus lebih cerdas lagi dengan menambah literasi baik itu digital atau pengetahuan parenting.Mengajarkan sebuah kebaikan kepada anak butuh teladan, motivasi dan pembiasaan. Mereka butuh contoh dalam melakukannya bukan sekadar kata-kata. Nasihat singkat dari Nabi yang agung dan bijaksana ketika ada orang tua yang memiliki lima anak yang sulit diatur dan nakal mengadu kepadanya. “wahai orang tua, mulai saat ini ubahlah satu demi satu perilakumu menjadi lebih baik dan sekarang pulanglah, insya Allah anak - anakmu akan berubah menjadi lebih baik.” Sungguh sebuah nasihat yang luar biasa, anak adalah sang peniru ulung. Bagaikan cermin orang tua, anak-anak selalu mengamati, menyimak dan mencerna setiap hal yang kita lakukan.
Sebuah kisah yang terukir indah di batu nisan mendiang Westminster Abbey, seorang genius, arsitek kerajaan Inggris, 1100 M. “Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin mengubah dunia. Lalu seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati dunia tak kunjung berubah maka cita-cita itupun agak kupersempit. Lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku. Namun , tampaknya hasrat itupun tiada hasilnya. Ketika usiaku semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa, kuputuskan untuk mengubah keluargaku, orang-orang yang paling dekat denganku. Namun, celakanya mereka tidak mau diubah! Dan kini, sementara aku berbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba aku sadari : “Andai saja yang pertama-tama kuubah adalah diriku sendiri, dengan menjadikan diriku sebagai panutan, mungkin aku bisa mengubah keluargaku. Lalu berkata inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi aku mampu memperbaiki negeriku, kemudian siapa tahu aku bahkan bisa mengubah dunia”
Bagaikan sebuah kupu-kupu, anak-anak perlu waktu untuk bisa bermetamorfosis menjadi manusia-manusia yang luar biasa di masa depan. Butuh proses dalam membentuk sebuah karakter yang kelak menjadi kepribadianya sehingga dibutuhkan extra kesabaran karena akan ada pemberontakan ketika apa yang mereka inginkan dibatasi atau tidak bisa mereka dapatkan. Juga dibutuhkan apresiasi dalam setiap perubahan kebaikan sekecil apapun dan pemberian reward namun hanya sesekali untuk sebuah perubahan besar karena kita tidak ingin anak kita menjadi sosok yang materialistis. Bahkan diberikan punishment jika dibutuhkan agar proses perubahan itu berkesinambungan.
Setiap anak itu unik, makhluk paling canggih yang diciptakan Allah dengan potensinya masing-masing. Kenali gaya belajar dan potensinya lalu fokuslah pada kelebihannya bukan pada kekurangannya. Kerap kali orang tua malah melakukan intervensi berlebihan yang justru melukai perasaan si anak untuk memenuhi obsesi orang tua. yaitu membebaninya dengan les tambahan yang mungkin tidak disukai atau tidak dibutuhkan.
Kita hidup pada zaman kita dan anak kita hidup pada zamannya maka didiklah anak-anak kita sesuai zamannya. Peran Ayah dan Ibu memiliki porsi yang sama dalam mendidik anak dan perlu kerjasama yang baik diantara keduanya. Mulailah sejak dini membuat kebiasaan baik di rumah dengan mengganti kebiasaan menonton dengan literasi dan bercengkrama dengan anak. Mengatur pola penggunaan gadget kepada anak yang belum membutuhkan kalaupun harus menggunakan gadget harus dengan pendampingan. Membangun komunikasi dengan anak sedini mungkin agar mereka terbiasa terbuka dan mau menyampaikan apa yang mereka inginkan dan siap menerima nasihat dari orang tua jika keinginan mereka tak terpenuhi. Komitmen dan konsisten dalam membuat aturan dan kebiasaan serta membangun kerja sama dengan guru agar pembiasan itu selaras antara di rumah dan sekolah sehingga anak terbiasa dengan aturan tersebut.
Yang utama adalah selalu mendoakan anak-anak kita agar kelak menjadi pribadi yang bermanfaat dan mampu mengajak orang lain dalam kebaikan. Sesungguhnya merekalah guru kita yang mengingatkan apa yang kita ucapkan selaraskah dengan apa yang kita lakukan, merekalah guru kecil yang tak akan menghakimi jika kita terlupa satu, dua atau berkali-kali melanggar aturan yang sudah disepakati bersama. Merekalah guru kecil yang mengajarkan kita untuk mudah memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain bahkan melupakan setiap amarah orang dewasa terhadapnya.
Guru kecil yang mengajarkan bahwa setiap makhluk ciptaan Allah mempunyai keunikan dan keunggulannya masing-masing. Jika ingin menjadi sahabatnya berpikir dan bergayalah seperti anak-anak bukannya mereka yang di minta berpikir dan bergaya seperti orang dewasa.
Oleh : Wuri Relistiani, S.Pd
======================================================================================
A Little Teacher
Children's world is colorful and diverse. In an age of instant and digital, it takes qualified knowledge in shaping his personality. A big challenge in educating children from the past until now, with information media that can be reached anytime and anywhere makes parents have a lot to learn to master information and communication technology. Do not be able to provide the latest facilities but unable to accompany and control it. Sadly, parents hope that the child's educational growth and development can be achieved instantly and fully handed over to be the responsibility of teachers at school even though they have to pay dearly. Whereas the participation of parents in the child's growth and development process is very important and is expected to be more up to date with information circulating in order to filter out what is appropriate and not appropriate for children to know.
Educating children is not as easy as turning the palm of the hand, it takes knowledge, experience and a long process and endless patience. Need for collaboration between parents and teachers in schools in building character because the environment is one of the factors forming personality. The world of children's play in the 80s-90s is very different from now, Formerly playing outside the home, chatting with friends, exploring the natural surroundings without fear of falling, dirty or injured. Being able to get to know all the friends in the home environment, even though sometimes they disagree and even fight, it doesn't matter. Because they indirectly learn to socialize, think, get to know other people's characters, and deal with problems and try to solve them. The role of parents who support children's activities to play more outside than inside the home is very helpful in the process of growth and development.
Meanwhile, children of the millennia era with just one touch of their fingers can be cool to play without the need to drain energy and a lot of conversation with others, as well as excessive worry from parents if their children play outside the home. As a result, the lack of social relations of children to friends around them, tend to be individualistic, afraid to explore with nature and not dare to take risks.
In general children are more critical, smarter and stronger curiosity. Sometimes their questions are beyond the expectations of adults, so they need an explanation that can be captured by their reasoning. Therefore, we as parents must be smarter by increasing literacy, be it digital or parenting knowledge. Teaching a goodness to children requires example, motivation and habituation. They need examples in doing so, not just words. A brief advice from the great and wise Prophet when there were parents who had five unruly and mischievous children complained to him. "O parents, from now on change one by one your behavior for the better and now go home, God willing, your children will change for the better." What a wonderful advice, the child is the master copycat. Like a mirror of parents, children always observe, listen and digest every thing we do.
A story beautifully carved into the tombstone of the late Westminster Abbey, a genius, architect of the British empire, 1100 AD "When I was young and free of imagination, I dreamed of wanting to change the world. Then along with my age and wisdom, I found that the world had not changed, so even those ideals narrowed. Then I decided to just change my country. However, it seems that desire even then no results. When my age was getting late, with my spirit left, I decided to change my family, the people closest to me. However, unfortunately they do not want to be changed! And now, as I lay on my deathbed, I suddenly realized: "If only the first thing I changed were myself, by making myself a role model, maybe I could change my family. Then say their inspiration and encouragement, maybe I can improve my country, then who knows I can even change the world ”
Like a butterfly, children need time to be able to metamorphose into extraordinary humans in the future. It takes a process in forming a character that will become his personality so that extra patience is needed because there will be rebellion when what they want is limited or they cannot get. It also requires appreciation in every slightest change of goodness and rewards, but only occasionally for a big change because we don't want our children to be materialistic. Punishment is even given if needed so that the process of change is sustainable.
Every child is unique, the most sophisticated creature created by God with their respective potential. Recognize learning styles and their potential, then focus on strengths rather than weaknesses. Often parents even make excessive interventions that actually hurt the child's feelings to fulfill the parents' obsessions. i.e., burden it with additional tutoring that may not be liked or needed.
We live in our day and our children live in their day so educate our children according to their time. The role of father and mother has the same portion in educating children and needs good cooperation between the two. Start early at making good habits at home by replacing viewing habits with literacy and chatting with children. Setting the pattern of using gadgets to children who do not need it even if they have to use gadgets must be accompanied. Establish communication with children as early as possible so that they are accustomed to being open and willing to convey what they want and are ready to accept advice from parents if their desires are not fulfilled. Commitment and consistency in making rules and habits and building cooperation with teachers so that the refraction is in harmony between at home and school so that children are accustomed to these rules.
The main thing is to always pray for our children so that they will become useful individuals and be able to invite others to be kind. Indeed they are our teachers who remind what we say in harmony with what we do, they are little teachers who will not judge if we forget one, two or many times violating the rules that have been agreed upon. They are little teachers who teach us to easily forgive and forget the mistakes of others and even forget every adult's anger towards them.
Little teacher who teaches that every creature created by God has its own uniqueness and superiority. If you want to be his best friend, think and act like children instead of those who are asked to think and style like adults.
By: Wuri Relistiani, S.Pd
Terima kasih ilmunya
BalasHapusBelajar dari anak-anak 🥰🥰
BalasHapus