Budaya literasi sekarang ini utamanya di negara kita Indonesia sangatlah kurang digemari. Berdasarkan penelitian "Most Littered Nation in the World" yang dilakukan Central Connecticut State University pada Maret 2016, minat baca masyarakat Indonesia berada pada peringkat ke-60 dari 61 negara. Padahal dari segi penilaian infrastruktur pendukung kegiatan membaca, Indonesia menduduki peringkat ke-34, di atas negara-negara Eropa, seperti Jerman dan Portugal. Hal ini menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, hampir setiap daerah kota terdapat perpustakaan daerah dan mobil perpustakaan keliling.
Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia ditunjukkan pula oleh survey UNESCO pada tahun 2012, yang menyatakan bahwa dari 1000 orang Indonesia hanya 1 orang yang memiliki minat baca. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 menyatakan bahwa membaca belum menjadi kegiatan utama dalam mendapatkan informasi atau pengetahuan. Data menunjukkan 85,9 % orang lebih memilih menonton televisi, 40,3 % mendengarkan radio, dan 23,5 % yang membaca koran sebagai sumber informasi. Jika survey BPS ini dilakukan pada tahun 2017, bisa jadi media online menjadi pilihan mayoritas masyarakat, terutama generasi milenial, yang mana jenis informasinya cenderung bersifat pengetahuan umum dan viral di media sosial. Untuk menjadikan membaca dan literasi sebagai budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, maka subyek utama yang harus disiapkan adalah generasi usia sekolah, terutama Sekolah Dasar.
Usia sekolah dasar adalah awal penanaman nilai-nilai dan pembiasaan secara psikologis. Menanamkan nilai-nilai positif serta pentingnya literasi pada anak-anak secara terus menerus. Pasalnya banyak anak sekolah pada hakekatnya tidak termotivasi di dalam membaca. Mereka lebih memilih bermain dan nonton televisi dari pada membaca. Penyebab rendahnya literasi diantaranya karena belum terbiasa, belum adanya motivasi dan sarana minim. Dengan pembimbingan dan pembiasaan secara terus menerus dapat diharapkan akan lahir karakter membaca dalam diri mereka. Persoalan diatas dapat kita atasi jika diimbangi dengan usaha kita membentuk budaya literasi pada diri anak.
Cara membentuk budaya literasi pada anak-anak :
Tumbuhkan rasa kesadaran pada anak pentingnya membaca.
Kesadaran pada anak sangat penting untuk menumbuhkan agar anak suka membaca, tidak hanya menghabiskan waktu untuk bermain saja. Membaca juga sangat efektif untuk me-recall memori. Beberapa ahli mengatakan bahwa membaca menjauhkan kita dari demensia kerusakan pada sistem syaraf yang salah satu dampaknya adalah penurunan daya ingat. Menumbuhkan rasa kesadaran membaca pada anak di mulai dari keluarga terutama orang tua. Dengan menyediakan buku bacaan pada anak di rumahnya. Peran orang tua sangat penting dalam menumbuhkan budaya literasi ini.
Budaya membaca di sekolah
Kegiatan membaca dan bercerita, ini bisa digunakan di sekolah. Secara kreatif dan disesuaikan dengan tingkatan kelasnya. Guru bisa menugaskan kepada siswa untuk membaca buku di rumah atau di sekolah kemudian menceritakan kembali di depan kelas. Serta guru memberikan motivasi dan apresiasi dalam membaca pada siswa.
Karena itu sekolah harus memiliki program literasi untuk membentuk budaya literasi pada siswa. SD IT Robani memiliki program literasi yang dilaksanakan setiap 2 kali perminggu yaitu setiap hari selasa dan kamis. Program ini untuk membentuk budaya literasi pada anak dan untuk menumbuhkan rasa suka membaca pada anak.
Harapannya dengan program literasi ini akan menumbuhkan rasa kesadaran pada jiwa setiap anak bahwa literasi itu sangat penting manfaatnya. Yuk budayakan literasi pada anak mulai dari usia dini…!
Rini Nuraisah
Posting Komentar