Tidak terasa kita telah memasuki bulan Sya’ban. Sebentar lagi kita akan kedatangan bulan Ramadhan. Setelah sekian lama berpisah, kini Ramadhan kembali akan hadir di tengah-tengah kita. Bagi seorang muslim, tentu kedatangan bulan Ramadhan akan disambut dengan rasa gembira dan penuh syukur, karena Ramadhan merupakan bulan maghfirah, rahmat dan menuai pahala serta sarana menjadi orang yang muttaqin.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita melakukan persiapan diri untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan, agar Ramadhan kali ini benar-benar memiliki nilai yang tinggi dan dapat mengantarkan kita menjadi orang yang bertaqwa.
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka puasa. Juga bukan dengan mengikuti berbagai program acara televisi yang lebih banyak merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Subhanahu Wata’ala dari pada manfaat yang diharapkan, itupun kalau ada manfaatnya. Bukan pula pergi ke pantai menjelang Ramadhan untuk rekreasi, makan-makan dan bermain-main.
Jadi, bagaimana sebenarnya cara kita menyambut Ramadhan? Apa yang mesti kita persiapkan dalam hal ini? Maka tulisan ini mencoba memberi jawaban dari pertanyaan tersebut. Menurut penulis, banyak hal yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan menyambut kedatangan Ramadhan, yaitu:
Pertama, berdoa kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sebagaimana yang dicontohkan para ulama salafusshalih. Mereka berdoa kepada Allah Subhanahu Wata’ala dengan sungguh-sungguh agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan sejak enam bulan sebelumnya dan selama enam bulan berikutnya mereka berdoa agar puasanya diterima Allah Subhanahu Wata’ala, karena berjumpa dengan bulan ini merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Allah Subhanahu Wata’ala, Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya para salaf berdoa kepada Allah Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan berikutnya agar Dia menerima (amal-amal shaleh) yang mereka kerjakan” (Lathaif Al-Ma’aarif: 174)
Di antara doa mereka itu adalah: ”Ya Allah, serahkanlah aku kepada Ramadhan dan serahkan Ramadhan kepadaku dan Engkau menerimanya kepadaku dengan kerelaan”. Dan doa yang populer: ”Ya Allah, berkatilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan”.
Kedua, menuntaskan puasa tahun lalu. Sudah seharusnya kita mengqadha puasa sesegera mungkin sebelum datang Ramadhan berikutnya. Namun kalau seseorang mempunyai kesibukan atau halangan tertentu untuk mengqadhanya seperti seorang ibu yang sibuk menyusui anaknya, maka hendaklah ia menuntaskan hutang puasa tahun lalu pada bulan Sya’ban.
Sebagaimana Aisyah r.a tidak bisa mengqadha puasanya kecuali pada bulan Sya’ban. Menunda qadha puasa dengan sengaja tanpa ada uzur syar’i sampai masuk Ramadhan berikutnya adalah dosa, maka kewajibannya adalah tetap mengqadha, dan ditambah kewajiban membayar fidyah menurut sebagian ulama.
Ketiga, persiapan keilmuan (memahami fikih puasa). Mu’adz bin Jabal r.a berkata: ”Hendaklah kalian memperhatikan ilmu, karena mencari ilmu karena Allah adalah ibadah”. Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah mengomentari atsar diatas, ”Orang yang berilmu mengetahui tingkatan-tingkatan ibadah, perusak-perusak amal, dan hal-hal yang menyempurnakannya dan apa-apa yang menguranginya”.
Oleh karena itu, suatu amal perbuatan tanpa dilandasi ilmu, maka kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya. Maka dalam hal ini, hanya dengan ilmu kita dapat mengetahui cara berpuasa yang benar sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam. Begitu juga ilmu sangat diperlukan dalam melaksanakan ibadah lainnya seperti wudhu, shalat, haji dan sebagainya. Maka, menjelang Ramadhan ini sudah sepatutnya kita untuk membaca buku fiqhus shiyam (fikih puasa) dan ibadah lain yang berkaitan dengan Ramadhan seperti shalat tarawih, i’tikaf dan membaca al-Quran.
Kempat, persiapan jiwa dan spiritual. Persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya di bulan Ramadhan dengan sebaik-sebaiknya, yaitu dengan hati yang ikhlas dan praktek ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam.
Persiapan jiwa dan spiritual merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam upaya untuk memetik manfaat sepenuhnya dari ibadah puasa. Penyucian jiwa (Tazkiayatun nafs) dengan berbagai amal ibadah dapat melahirkan keikhlasan, kesabaran, ketawakkalan, dan amalan-amalan hati lainnya yang akan menuntun seseorang kepada jenjang ibadah yang berkualitas. Salah satu cara untuk mempersiapkan jiwa dan spritual untuk menyambut Ramadhan adalah dengan jalan melatih dan memperbanyak ibadah di bulan sebelumnya, minimal di bulan Sya’ban ini seperti memperbanyak puasa Sunnat.
Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban merupakan sunnah Rasul Shalallahu ‘alaihi Wassallam. Aisyah ra, ia berkata, “Aku belum pernah melihat Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassallam berpuasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan aku belum pernah melihat Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassallam berpuasa sebanyak yang ia lakukan di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, dari Usamah bin Zaid r.a ia berkata, aku bertanya, “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa pada bulan-bulan lain yang sesering pada bulan Sya’ban”. Beliau bersabda, “Itu adalah bulan yang diabaikan oleh orang-orang, yaitu antara bulan Ra’jab dengan Ramadhan. Padahal pada bulan itu amal-amal diangkat dan dihadapkan kepada Rabb semesta alam, maka aku ingin amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa.” (HR. Nasa’i dan Abu Daud serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Adapun pengkhususan puasa dan shalat sunat seperti shalat tasbih pada malam nisfu sya’ban (pertengahan Sya’ban) dengan menyangka bahwa ia memiliki keutamaan, maka hal itu tidak ada dalil shahih yang mensyariatkannya. Menurut para ulama besar, dalil yang dijadikan sandaran mengenai keutamaan nisfu sya’ban adalah hadits dhaif (lemah) yang tidak bisa dijadikan hujjah dalam persoalan ibadah, bahkan maudhu’ (palsu). Oleh Sebab itu, Imam Ibnu Al-Jauzi memasukkan hadits-hadits mengenai keutamaan nishfu Sya’ban ke dalam kitabnya Al-Maudhu’at (hadits-hadits palsu).
Al-Mubarakfuri berkata, “Saya tidak mendapatkan hadits marfu’ yang shahih tentang puasa pada pertengahan bulan Sya’ban. Adapun hadits keutamaan nisfu Sya’ban yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah saya telah mengetahui bahwa hadits ini adalah hadits sangat lemah” (Tuhfah Al-Ahwazi: 3/444).
Syaikh Shalih bin Fauzan berkata, “Adapun hadits-hadits yang terdapat dalam masalah ini, semuanya adalah hadits palsu sebagaimana dikemukakan oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang yang memiliki kebiasaan berpuasa pada ayyamul bidh (tanggal 14, 15, 16), maka ia boleh melakukan puasa pada bulan Sya’ban seperti bulan-bulan lainnya tanpa mengkhususkan hari itu saja.”
Syaikh Sayyid Sabiq berkata, “Mengkhususkan puasa pada hari nisfu Sya’ban dengan menyangka bahwa hari-hari tersbut memiliki keutamaan dari pada hari lainnya, tidak memiliki dalil yang shahih” (Fiqh As-Sunnah: 1/416).
Kelima, persiapan dana (finansial). Sebaiknya aktivitas ibadah di bulan Ramadhan harus lebih mewarnai hari-hari ketimbang aktivitas mencari nafkah atau yang lainnya. Pada bulan ini setiap muslim dianjurkan memperbanyak amal shalih seperti infaq, shadaqah dan ifthar (memberi bukaan). Karena itu, sebaiknya dibuat sebuah agenda maliah (keuangan) yang mengalokasikan dana untuk shadaqah, infaq serta memberi ifhtar selama bulan ini. Moment Ramadhan merupakan moment yang paling tepat dan utama untuk menyalurkan ibadah maliah kita. Ibnu Abbas r.a berkata, ”Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan.” (H.R Bukhari dan Muslim). Termasuk dalam persiapan maliah adalah mempersiapkan dana agar dapat beri’tikaf dengan tanpa memikirkan beban ekonomi untuk keluarga.
Keenam, persiapan fisik yaitu menjaga kesehatan. Persiapan fisik agar tetap sehat dan kuat di bulan Ramadhan sangat penting. Kesehatan merupakan modal utama dalam beribadah. Orang yang sehat dapat melakukan ibadah dengan baik. Namun sebaliknya bila seseorang sakit, maka ibadahnya terganggu. Rasul Shalallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, “Pergunakanlah kesempatan yang lima sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim)
Maka, untuk meyambut Ramadhan kita harus menjaga kesehatan dan stamina dengan cara menjaga pola makan yang sehat dan bergizi, dan istirahat cukup.
Ketujuh, menyelenggarakan tarhib Ramadhan. Disamping persiapan secara individual, kita juga hendaknya melakukan persiapan secara kolektif, seperti melakukan tarhib Ramadhan yaitu mengumpulkan kaum muslimin di masjid atau di tempat lain untuk diberi pengarahan mengenai puasa Ramadhan, adab-adab, syarat dan rukunnya, hal-hal yang membatalkannya atau amal ibadah lainnya.
Menjelang bulan Ramadhan tiba, Rasul Shalallahu ‘alaihi Wassallam memberikan pengarahan mengenai puasa kepada para shahabat. Beliau juga memberi kabar gembira akan kedatangan bulan Ramadhan dengan menjelaskan berbagai keutamaannya. Abu Hurairah ra berkata, “menjelang kedatangan bulan Ramadhan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, “Telah datang kepada kamu syahrun mubarak (bulan yang diberkahi). Diwajibkan kamu berpuasa padanya. Pada bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, syaithan-syaithan dibelunggu. Padanya juga terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalang kebaikan pada malam itu, maka ia telah terhalang dari kebaikan tersebut.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi). Selain itu, banyak lagi hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan Ramadhan. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam untuk memberi motivasi dan semangat kepada para sahabat dan umat Islam setelah mereka dalam beribadah di bulan Ramadhan.
Mari kita bersama-sama menyambut bulan Ramadhan yang sudah di ambang pintu ini dengan gembira dan mempersiapkan diri untuk beribadah dengan optimal. Selain itu kita berharap kepada Allah Subhanahu Wata’ala agar wabah virus covid-19 segera berakhir, dan kita bisa kembali melaksanakan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Dan Semoga juga kita dipertemukan dengan Ramadhan dan dapat meraih berbagai keutamaannya.
Aamiin...
Oleh : Rahmah fithriani, S. Pd
======================================================================================
Preparation Welcoming the month of Ramadan
Not feel we have entered the month Sya'ban. Soon we will arrive at the month of Ramadan. After all this time apart, Ramadan will now be present in our midst. For a Muslim, of course the arrival of the month of Ramadan will be welcomed with a sense of joy and gratitude, because Ramadan is a month of maghfirah, mercy and reap the rewards as well as the means of being a muttaqin person.
Therefore, it is fitting for us to prepare ourselves to welcome the coming of Ramadan, so that Ramadan this time really has high values and can lead us to be pious.
Of course the self-preparation meant here is not to buy up various kinds of delicious food and drinks in the market to prepare for the meal and revenge when breaking the fast. Nor is it by participating in various television programs that are more damaging and neglecting human beings from remembering Allah Subhanahu Wata'ala than expected benefits, and even if there are benefits. Nor does it go to the beach before Ramadan for recreation, eating and playing.
So, how exactly do we welcome Ramadan? What should we prepare for this? So this paper tries to give an answer to that question. According to the author, many things need to be done in order to prepare for the arrival of Ramadan, namely:
First, pray to Allah Subhanahu Wata'ala, as exemplified by the Salafusshalih scholars. They pray to Allah Subhanahu Wata'ala earnestly to be reunited with the month of Ramadan since the previous six months and for the next six months they pray that his fast will be accepted by Allah Subhanahu Wata'ala, because meeting this month is a great pleasure for people who was awarded taufik by Allah Subhanahu Wata'ala, Mu'alla bin al-Fadhl said, "Formally the Salaf prayed to Allah Ta'ala (for) six months so that Allah would bring them together with the month of Ramadan, then they prayed to Him (during ) six months later so that He will accept (pious deeds) that they do "(Lathaif Al-Ma'aarif: 174)
Among their prayers is: "O Allah, surrender me to Ramadan and hand over Ramadan to me and you accept me willingly". And popular prayers: "O Allah, bless us in the month of Rajab and the Shaytan, and deliver us in the month of Ramadan".
Second, completing the fast last year. We should fast fasting as soon as possible before the next Ramadan comes. But if someone has a busy life or certain obstacles to try him like a mother who is busy breastfeeding her child, then she should settle her fasting debt last year in the Shaytan month.
As Ayesha r.a could not make her fast except in the month of Shaytan. Delaying the fasting fasting deliberately without any shar'i emigration until entering the next Ramadan is a sin, then the obligation is to keep mengqadha, and plus the obligation to pay fidyah according to some scholars.
Third, scientific preparation (understanding the fasting fiqh). Mu'adz bin Jabal r.a said: "You should pay attention to knowledge, because seeking knowledge because God is worship". Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah commented on the above atsar, "People who are knowledgeable know the levels of worship, destroyers of charity, and the things that perfect it and what reduces it".
Therefore, a good deed without being based on knowledge, the damage is more than the goodness. So in this case, only with knowledge can we know the correct way of fasting according to the instructions of the Prophet sallallaahu ‘alayhi Wassallam. Likewise, science is very necessary in carrying out other worship such as ablution, prayer, pilgrimage and so on. So, ahead of Ramadan it is fitting for us to read fiqhus shiyam (fiqh fasting) books and other worship related to Ramadan such as tarawih prayer, i'tikaf and reading al-Quran.Kempat, soul and spiritual preparation. The preparation referred to here is to prepare themselves physically and mentally to carry out fasting worship and other great services in the month of Ramadan as well as possible, namely with a sincere heart and practice of worship in accordance with the instructions and sunnah of the Prophet sallallaahu ‘alayhi Wassallam.